1. Konsep
Awal Pembangunan
Pada
masa pendudukan Belanda, kota Jakarta yang dulunya bernama Batavia ditetapkan
sebagai pusat pemerintahan. Tetapi, kota Batavia bagi orang Belanda dirasakan
terlalu panas, meskipun penduduknya pada waktu itu belum padat seperti sekarang
ini. Sehingga diputuskan untuk mencari tempat yang lebih teduh untuk
beristirahat.
Sejak
awal abad ke-18 dicarilah tempat-tempat peristirahatan di luar kota yang
berhawa lebih sejuk, seperti yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Gustaaf
Willem Barron Van Imhoff yang mengadakan inspeksi ke daerah Cianjur Jawa Barat
pada tanggal 10 Agustus 1744, beliau menemukan tempat yang dianggap strategis dan
baik untuk tempat peristirahatan yang letaknya sekarang bernama “BOGOR”.
Kemudian
tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff memerintahkan
untuk membangun gedung yang sekarang ini dikenal sebagai istana Bogor. Akan
tetapi pada waktu itu hanya merupakan sebuah Pesanggerahan yang modelnya ditiru
dari Blainheim Palace, tempat kediaman Duke of Malborough (nenek moyang Lady
Diana, Putri Wales) dekat Oxford di Inggris. Bangunan itu sendiri diberi nama
Buitenzorg (bebas masalah/kesulitan). Nama itu tidak saja digunakan untuk
istana, tetapi juga untuk perkampungan sekitarnya.
2.
Perkembangan Fisik Bangunan
Pesangggrahan
ini pernah mengalami kerusakan akibat serangan pasukan Banten yang dipimpin
oleh Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Kemudian pada masa pemerintahan Jacob
Mossel, membangunnya kembali dengan mempertahankan bentuknya yang semula, sebab
anggota Dewan Hindia menasehatkan agar bentuknya jangan dirubah mengingat
bangunan Buitenzorg adalah replica dari istna Bleinheim.
Sejak
itu beberapa Gubernur Belanda mengadakan perbaikan dan penyempurnaan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pada saat itu, diantaranya yang dilakukan oleh
Gubernur Jenderal Herman Willem Deandles (wakil kaisar Napoleon
Bonaparte-Perancis) yang terkenal dengan Tuan Besar Guntur (1808-1811),
menambah bangunan di bagian sayap kir dan sayap kanan gedung utama menjadi dua
tingkat. Dan juga untuk penghias halamannya dipelihara tiga pasang rusa dari
perbatasana India dan Nepal. Jenis rusa ini adalah Rusa tutul (axis-axis
species), kini populasinya mencapai ± sekitar 800 ekor.
Ketika
kekuasaan Berlanda diambil alih oleh kekuasaan Inggris, tahun 1811-1816
Leutenant Governoor General Thomas Stanford Raffles sebagai wakil dari Monarkhi
Inggris Raya di Indonesia, melakukan pemugaran besar-besaran terutama pada
bagian tengah bangunan istana menjadi 2 (dua) lantai dan menata ulang
taman-taman sekeliling istana menjadi taman-taman model Inggris.
Tahun 1817-1826 Gubernur Jenderal Godert Alexander GP Van Der Cappelen
menambahkan menara Lentera (lentera zetrum) tepat pada bangunan sentral.
Sebelum tahun 1817 tanah dan tanaman yang mengelilingi sekeliling istana Bogor,
berangsur-angsur menjadi kebun-kebun percobaan untuk penyelidikan
tumbuh-tumbuhan tropis dari dalam dan luar negeri.
Pada
tanggal 18 Mei 1817 kebun percobaan tersebut diresmikan sebagai :kebun Raya”
pendirinya Prof. C.G.C. Reinwardt yang pada saat itu menjabat sebagai direktur
pertanian, kerajinan, dan ilmu pengetahuan Hindia Belanda.
Tanggal
10 Oktober 1834 wilayah Jawa Barat bagian selatan dan barat diguncang gempa
bumi. Sebagian gedung istana rusak berat, sehingga diputuskan untuk
dibumiratakan. Pada tahun 1850 Gubernur Jenderal A. Jaco Duymaher Van Twist
berinisiatif membangun kembali Buitenz Palzt dengan arsitektur Palladian dengan
gaya bangunan abad 19.
Bangunan
istana baru terwujud sejak masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pahud De
Montanger (1856-1861), Lalu pada tahun 1870 Istana Buitenzorg atau istana Bogor
resmi ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderl Belanda.
3.
Masa Pra Kemerdekaan Hinggga awal Kemerdekaan
Gubernur
Jenderal yang terakhir adalah Tjarda Van Starkenbourg Stachuwer. Pada tahun
1942 Balatentara Jepang masuk Indonesia, maka kekuasaan diserahkan kepada
Jenderal Imammura.
Setelah
perang Dunia II berakhir, dimana Jepang merupakan pihak yang kalah, maka
tentara sekutu mengambil alih kekuasaan. Lalu kira-kira 200 orang pemuda yang
terbentuk dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) mnduduki istana Bogor. Tetapi
kemudian mereka diserbu oleh tentara Gurkha dan terpaksa meninggalkan bangunan
tersebut. Baru pada tanggal 31 Desember 1949 Istana Bogor yang mempunyai luas
28,8 Hektar ini diambil alih oleh pemerintahan Republik Indonesia secara de
jure melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) di Denhaag Belanda.
4.
Istana Bogor sebagai tempat bersejarah
Peranan
istana Bogor dalam perjalanan Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) banyak
sekali, diantaranya:
·
Tahun 1954, tanggal
28-29 Desember berlangsung Konferensi Panca Negara sebagai persiapan Konferensi
Asia Afrika (KAA) di Bandung 1955
·
Tahun 1978-1998,
Istana Bogor dipergunakan sebagai tempat penataran P4 tingkat Manggala
· Tahun
1986, berlangsung Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk membahas pertikaian
antar faksi-faksi di Cambodia (Kamboja)
·
Tahun 1994, tanggal
15 November diselenggarakan Konferensi AELM atau Lebih Populer dengan sebuatan
APEC (Asia Pasifik Ekonomic Conference)
· Tahun
2000 tanggal 19 November, dalam rangka hari Cinta Puspa dan satwa Nasional,
didirikan yayasan Kebun Raya Indonesia yang digagas oleh wakil Presiden RI
Megawati Soekarno Putri dan disponsori oleh Duta Besar dari Negara-negara
sahabat Indonesia
·
Tahun 2001, tanggal 30 Mei
dilangsungkan KTT G-15 khusunya acara Ladies Programe.
Menurut
letaknya istana blogor dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yang setiap bagiannya
mempunyai kegunaan yang berlainan, seperti misalnya:
· Gedung Induk sayap kiri
Mempunyai luas bangunan 325 m2, biasa dipergunakan untuk tempat menginap tamu Negara yang berpangkat menteri
Mempunyai luas bangunan 325 m2, biasa dipergunakan untuk tempat menginap tamu Negara yang berpangkat menteri
· Gedung induk/ruang garuda/gedung utama
Istana gedung induk biasa dipakai sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan. Seperti pertemuan-pertemuan kenegaraan, januan makan besar, pertunjukkan-pertunjukkan kesenian bila ada kunjungan tamu Negara atau peristiwa penting, disamping juga kegiatan-kegiatan penting yang bersifat Nasional
Istana gedung induk biasa dipakai sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan. Seperti pertemuan-pertemuan kenegaraan, januan makan besar, pertunjukkan-pertunjukkan kesenian bila ada kunjungan tamu Negara atau peristiwa penting, disamping juga kegiatan-kegiatan penting yang bersifat Nasional
· Gedung induk sayap kanan
Bagian ketiga dari gedung Istana Bogor adalah Gedung Induk sayap kanan, biasa dipergunakan untuk menginap tamu-tamu Negara yang memangku jabatan kepala Negara atau kepala pemerintahan.
Bagian ketiga dari gedung Istana Bogor adalah Gedung Induk sayap kanan, biasa dipergunakan untuk menginap tamu-tamu Negara yang memangku jabatan kepala Negara atau kepala pemerintahan.
Monumen Nasional
|
|
Monumen Nasional |
|
Informasi umum
|
|
Lokasi
|
|
Alamat
|
Lapangan Merdeka
|
Dimulai
|
|
Selesai
|
|
Diresmikan
|
|
Ketinggian
|
132 meter
|
Desain dan
pembangunan
|
|
Kontraktor
utama
|
P.N. Adhi Karya
(tiang fondasi) |
Arsitek
|
Frederich
Silaban,
R.M. Soedarsono |
1. Sejarah
Monumen Nasional yang terletak di
Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dibangun pada dekade 1961an. Tugu Peringatan Nasional dibangun di
areal
seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Soedarsono dan Frederich Silaban,
dengan konsultan Ir. Rooseno, mulai dibangun Agustus 1959, dan diresmikan 17
Agustus 1961 oleh Presiden RI Soekarno. Monas resmi dibuka untuk umum pada
tanggal 12 Juli 1975.
Pembagunan tugu Monas bertujuan
mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi
kemerdekaan 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan semangat patriotisme
generasi saat ini dan mendatang.
Tugu Monas yang menjulang tinggi dan
melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa
Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni (lumbung). Alu dan lumbung
merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di setiap rumah penduduk
pribumi Indonesia.
Lapangan Monas mengalami lima kali
penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka,
Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah
kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga pada hari-hari libur
C. Sejarah Singkat Gedung Sate
Gedung
Sate yang terletak di Bandung, pada masa Hindia Belanda disebut dengan Gouvernements
Bedrijven (GB). Peletakan batu pertama Pembangunan gedung sate dilakukan
oleh Johanna Catherina Coops, yakni puteri sulung Walikota Bandung, B.Coops dan
Petronella Roelofsen, yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf
van Limburg Stirum, pada tanggal 27 Juli 1920.
Gedung
Sate merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber,
arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir.Eh.De Roo dan
Ir.G.Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, yang diketuai oleh
Kol.Purnawirawan.VL.Slors dengan melibatkan 2.000 pekerja, 150 orang
diantaranya merupakan tenaga pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan
pengukir kayu berkebangsaaan China yang berasal dari Konghu atau Kanton, serta
dibantu oleh tukang batu,kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk
Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok, dan Kampung Cibarengkok,
yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak
(Balai Kota Bandung).
Begitu
Kuat dan utuhnya Gedung Sate yang hingga kini masih berdiri kokoh, dikarenakan
dinding gedung tersebut terbuat dari kepingan batu-batu yang digali dari
bongkahan-bongkahan batu alam yang dipotong kedalam ukuran tertentu yang
jumlahnya mencapai ribuan. Kepingan batu-batu tersebut berasal dari
daerah Cihaurgeulis Bandung, diangkut dengan kereta gantung menuruni perbukitan
di wilayah Bandung Utara. Kalau kita perhatikan di ujung paling atas Gedung
Sate tersebut terlihat tusuk sate yang berjumlah 6 buah yang menunjukan bahwa
biaya pembangunan gedung sate menelan biaya sebesar 6 Holden.
Sejak
tahun 1980 gedung sate identik dengan Kantor Pemerintahan Propinsi Jawa Barat
yang merupakan Kantor Gubernur Jawa Barat beserta para beberapa pejabat
pemerintahan lainnya berada di Gedung sate ini, tak heran saat ini Gedung
Sate yang semakin mempesona, menjadi icon Jawa Barat yang tidak tergantikan.
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa
Barat, tapi juga dari
berbagai daerah di Pulau Jawa.
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, sekitar
10 km sebelah utara Kota
Serang. Masjid ini
dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana
Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan
Banten. Ia adalah putra
pertama dari Sunan Gunung Jati.
Di masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman
sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin
dan istrinya, Sultan Ageng
Tirtayasa, dan Sultan
Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan
Maulana Muhammad dan Sultan
Zainul Abidin, dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang
terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini
dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno, bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda
bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian
Islami dilakukan di sini. Sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat
menyimpan barang-barang pusaka.
Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah
timur masjid. Menara ini terbuat dari batu
bata dengan
ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter.
Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan
melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Pemandangan di
sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena
jarak antara menara dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini
digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
E. Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon
Sunan
Gunung Jati alias Syeh Syarif Hidayatullah adalah
salah satu ulama besar penyebar agama Islam di tanah Jawa pada Abad XIV yang
dikenal dengan sebutan Wali Sanga, kumpulan para awliyah yang berjumlah
sembilan orang dengan pusat perkumpulannya berada di dua tempat, yaitu Cirebon,
Jawa Barat dan Demak, Jawa Tengah.
Semasa pemerintahannya selain mendirikan kerajaan Islam
Cirebon dan Banten, Sunan Gunung Jati juga berhasil menaklukkan kerajaan
jajahan Pajajaran, seperti kerajaan Galuh, Talaga, Maja termasuk kerajaan
kakeknya sendiri yaitu Pakuan Pajajaran di tanah Pasundan yang sirna tanpa
bekas dengan tujuan meng-Islamkan penduduknya dengan sukarela mengikuti ajaran
Rasulullah Muhammad beserta sahabatnya.
Ketika wafat, oleh keturunannya dan para pengikutnya,
Sunan Gunung Jati dimakamkan di atas bukit Gunung Sembung yang berjarak 7 Km,
arah Utara Kotamadya Cirebon yang sampai saat ini makamnya banyak dikunjungi
orang yang berziarah terutama pada malam Selasa Kliwon dan Jum'at Kliwon. Para
peziarah itu sendiri bukan saja datang dari sekitar wilayah Cirebon, tetapi
juga ada yang berasal dari Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta
atau kota lain di Sumatera, Bali, Madura dan Kalimantan.
Kompleks makam Sunan Gunung Jati sendiri dikenal dengan nama Astana yang disekelilingnya
dipenuhi oleh kuburan para kerabat keraton dari tiga kasunanan, yaitu
Kesultanan Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan, ditambah
dengan keluarga besar Pengguron yang ada di Cirebon.
Pusara Sunan Gunung Jati berada di puncak Bukit Sembung
di dalam sebuah ruang beratap limas dengan memolo kecil yang dikelilingi oleh
batu mutu manikam bernilai tinggi, seperti zamrud, batu giok, intan, blue safir
dan batu mulia lainnya juga diperkirakan salah satunya adalah batu merah delima
yang sangat langka.
Adapun di dalam ruang pasarean (makam) terdapat beberapa
makam lain yang terdiri dari Pangeran Cakrabuana, Nyai Pakungwati, Ki Gede
Mayung dan Putri Ong Tien yang merupakan salah satu istri Sunan Gunung Jati
yang berasal dari negeri Cina. Cuma kuburan Putri Ong Tien dibagi
menjadi dua, setengah di dalam ruang, setengah lagi di luar ruang atau tembok
penyekat. Hal itu terjadi karena Putri Ong Tien ketika disuruh masuk Islam dan
terus mengikuti agama para leluhurnya di negeri Cina. Sehingga oleh Sunan
Gunung Jati kuburannya juga dibagi dua.
Itu semua merupakan suatu contoh kepada para pengikut dan
keturunannya bahwa jika mengambil suatu keputusan janganlah ragu atau
bercabang, apalagi meragukan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah
Muhammad yang didapatkan langsung dari Allah.
Para
pengunjung atau peziarah masih bisa merasakan kesejukan yang berbau mistis dan
wanginya asap pedupaan yang tidak pernah padam. Di ruang ayunan juga terdapat
beberapa guci antik, wadasan dan piring gambar berasal dari Cina yang telah
berusia ratusan tahun. Di kompleks ini pula terdapat bale atau tempat sidang
para raja dari Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran.
Benda-benda
tersebut dapat dilihat, diraba secara langsung oleh pengunjung dan membuat
kagum bagi siapapun yang melihatnya.